Berita TERBARU

Sekali lagi Terimakasih Untuk Banjarnegara

Perjalanan jelang event The PREweweh Da y cukup memukau sepanjang sejarah saya membangun sebuah pergerakan di Banjarnegara. Sejak 2009 saya...

Jumat, 03 Agustus 2012

Merdeka Dimanakah Kini Kamu Berada?


Entah sudah berapa ribu kali kita mendengar kata MERDEKA. Baik sejak SD, SMP maupun SMA hingga bangku kuliah sekalipun. Dan ketika peringatan hari ulang tahun Republik Indonesia di selenggarakan maupun ketika mendengar para orator melakukan kampaye dalam pemilihan umum, kita sering kali mendengar kata MERDEKA. Lalu kata MERDEKA menjadi terasa sangat akrab sekali di telinga dan begitu mudahnya diucapkan. Dan kini ketika kita sedang membaca artikel ini, kita-pun masih terus berusaha mengkaji, apa sih makna terdalam dari sebuah kata MERDEKA.

Sejarah telah menorehkan luka yang dalam ketika kita di jajah baik secara fisik, ekonomi maupun pengetahuan lebih dari 350 tahun. Dan ketika proklamasi di degungkan pada 17 Agustus 1945, sebagai sebuah momentum bangsa yang telah mengantarkan rakyat pada pintu gerbang kemerdekaan, maka saat ini setelah 64 tahun lebih, apakah kita masih berada pada pintu gerbang kemerdekaan ?

Sebagai generasi penerus perjuangan bangsa, seyogyanya mari kita sama-sama merenung. Jika hanya secara formalitas belaka, kita telah merebut kemerdekaan atas penjajahan fisik dll. Kita telah terbukti bisa bebas dan merdeka. Namun demikian, secara sadar maupun tidak sadar, terkadang kita telah lupa dengan esensi ajaran dari sebuah kata MERDEKA. 

Jika esensi terpenting dari sebuah kata MERDEKA adalah bagaimana kita bisa membebaskan diri dari tirani kebodohan, kesombongan, keserakahan dan juga egoistis. Lalu setelah kita merdeka atasnya, maka seyogyanya kita berusaha untuk bisa membantu orang lain agar terbebas dari tirani tersebut. Maka apakah saat ini kita benar-benar telah merdeka ?

Miris rasanya jika kita melihat realita saat ini. Tirani kebodohan dan pembodohan masih terus bercokol di berbagai pelosok nusantara. Lihat saja kurikulum pendidikan kita saat ini yang masih mengacu pada pedoman era industry. Dimana sekolah-sekolah dan tempat kuliah sekalipun terus-menerus hanya mencetak para robot agar bisa bekerja, bekerja dan bekerja. Terbukti ketika terjadi pembukaan lowongan PNS, yang di butuhkan paling cuma 10 orang saja, yang mendaftar bisa sampai ribuan. Tidak hanya itu, lowongan pekerjaan swastapun demikian halnya. Hampir satu juta pengangguran intelektual kita saat ini. Apakah tidak ada evaluasi sama sekali dari kasus tersebut untuk bisa merancang sebuah arsitek pembangunan SDM masa depan ?
Ini baru satu kasus, masih banyak sekali tirani kebodohan dan pembodohan yang lain yang bisa kita kuak. Dan ini artinya kita benar-benar belum MERDEKA.

Tirani kesombongan, penjajahan jenis ini tidak begitu kentara. Namun demikian jika kita gali kembali secara mendalam, tirani kesombongan ini luar biasa mengakar pada diri kita dan masyarakat kita saat ini. Bisa kita buktikan ? 3000 tahun yang lalu ketika RUH kita masih berada di alam Lauhful Mahfud, kita telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah Rosul utusan Alloh. Dan ketika kita mengakui hal tersebut, maka ditiuplah RUH kita kerahim sang ibu. Dan ketika kita terlahir di dunia, kitalah manusia-manusia yang telah menjadi pemenang atas peristiwa sumpah syahadat pertama kita kala itu.
Dan itu artinya kita telah tercetak untuk menjadi manusia-manusia yang siap menghamba pada Tuhan Alloh SWT. “ Abdullah “ Hamba Tuhan adalah amanah kita yang pertama untuk kemudian kita di rancang agar bisa menjadi “ Khalifatulloh fil ardhi “. Yakni para pemimpin di muka bumi dari sebuah peradaban atas peradaban.

Lalu apa yang sudah kita lakukan saat ini ?
1.       Ketika kita mengaku sebagai seorang muslim ?
2.       Ketika kita mengaku sebagai seorang nasrani ?
3.       Ketika kita mengaku sebagai seorang hindu ?
4.       Ketika kita mengaku sebagai seorang budha ?
5.       Ketika kita mengaku sebagai seorang konghucu ?
6.       Ketika kita mengaku sebagai seorang jawa ?
7.       Ketika kita mengaku sebagai seorang sunda ?
8.       Ketika kita mengaku sebagai seorang batak ?
9.       Ketika kita mengaku sebagai seorang Indonesia ? dll.
Kebanyakan kita telah lupa dengan kitab suci kita masing-masing dan juga ajaran nilai-nilai seni dan budaya kita, sehingga tatanan perikehidupan bermasyarakat, bersuku, berbangsa, bernegara kita menjadi carut marut.

Kita terlalu sombong untuk membuka kembali berbagai ajaran dalam kitab suci kita masing-masing maupun ajaran nilai seni budaya kita bahkan ideologi kita sebagai bangsa. Kita telah terjebak pada rutinitas harian yang hanya berujung pada perut dan syahwat semata. Yang membuat diri kita makin egois dan tidak peduli dengan keadaan serta permasalahan yang timbul akibat perilaku kita masing-masing. Baik perilaku yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Kita telah mengkerdilkan diri dalam kotak dan kerangkeng yang kita buat sendiri. Hati kita telah keruh untuk bisa melihat ayat-ayat Tuhan yang terbentang di penjuru semesta dalam detik-detik hembusan nafas kita. Sehingga kita tidak bisa membaca tanda-tanda peringatan Tuhan, dan juga tanda-tanda kebesaran Tuhan.

Sehingga  karenanya ;
1.       Yang mengaku orang muslim lupa dengan muslimnya. ( walau tidak semuanya )
2.       Yang mengaku orang nasrani lupa dengan nasraninya. ( walau tidak semuanya )
3.       Yang mengaku orang hindu lupa dengan hindunya. ( walau tidak semuanya )
4.       Yang mengaku orang budha lupa dengan budhanya. ( walau tidak semuanya )
5.       Yang mengaku orang konghucu lupa dengan konghucunya. ( walau tidak semuanya )
6.       Yang mengaku orang jawa lupa dengan jawanya. ( walau tidak semuanya )
7.       Yang mengaku orang sunda lupa dengan sundanya. ( walau tidak semuanya )
8.       Yang mengaku orang batak lupa dengan bataknya. ( walau tidak semuanya )
9.       Yang mengaku orang Indonesia-pun lupa dengan Indonesianya, ( walau tidak semuanya ) dll.
Inilah fakta betapa mengerikan-nya tirani kesombongan tersebut dan tidak perlu kita tutup-tutupi. Dengan Sadar maupun dengan tidak sadar kita masih terjajah dengan kesombongan diri yang enggan untuk kembali pada ajaran kitab suci kita masing-masing, kembali pada ajaran nilai seni dan budaya kita masing-masing, guna membangun kembali peradaban baru menuju tatanan bangsa Indonesia kedepan yang lebih gemilang.

Tirani keserakahanpun lebih mengerikan. Terlahir dari sifat sombong, kemudian kita menjadi manusia yang serakah untuk bisa mecapai apa yang kita inginkan dengan segala cara. Sehingga egoispun tercipta karenanya. Keinginan kita untuk menumpuk harta dunia, banyak yang telah membutakan mata hati sebagai kontrol atas perilaku kita. Kita terlahir tidak membawa apa-apa selain ikrar tersebut diatas yang sudah kita ucapkan. Dan ketika kita matipun tidak akan membawa apa-apa kecuali amal dan perbuatan kita yang hendak kita LPJ-kan pada sang pencipta.

Lalu apakah kita telah benar-benar MERDEKA ?
Berapa orang yang sudah kita bantu untuk bisa MERDEKA ?

Menghadapi musuh yang nampak akan lebih mudah di bandingkan dengan musuh yang tidak nampak. Terlebih musuh yang ada dalam diri kita sendiri alias musuh dalam selimut kata nenek moyang kita. Ini jauh lebih sulit untuk kita hadapi. Tetapi sulit bukan berarti tidak bisa. Sepanjang kita mau untuk berusaha, kita pasti bisa MERDEKA !!! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar