Berita TERBARU

Sekali lagi Terimakasih Untuk Banjarnegara

Perjalanan jelang event The PREweweh Da y cukup memukau sepanjang sejarah saya membangun sebuah pergerakan di Banjarnegara. Sejak 2009 saya...

Selasa, 20 Agustus 2019

2019 - Usia Kab. Banjarnegara sudah 448 Tahun

Ketokan palu bersejarah terdengar tandas. Pimpinan Sidang Paripurna DPRD Bawono dan Bambang Prawoto Sutikno menetapkan koreksi Hari Jadi Kabupaten Banjarnegara. Hari Jadi yang baru. Sekaligus lebih tua.

Semula. Berdasar Perda Nomor 3 Tahun 1994. Hari Jadi jatuh pada tanggal 22 Agustus. Pemerintah Daerah merujuk pada Resolusi GG Hindia Belanda No. 1. Dengan beslit ini --yang dianggap bias kolonialis-- KRT. Dipayuda IV pada 1831 dilantik menjadi Bupati Banjarnegara Kesatu.

Dua puluh lima tahun kemudian. Pada tanggal 5 Maret, terbitlah Perda Nomor 6 Tahun 2019. Dokumen ini benar-benar mengubah Hari Jadi. Momen dan maknanya. Momen peringatan Hari Jadi bukan lagi 22 Agustus. Kelak : tiap 26 Pebruari. Bias kolonialis pun ditepikan. Arus utamanya adalah local geneus.

Risalah Hari Jadi yang baru itu merujuk pada peristiwa historis "mrapat". Mrapat adalah gagasan geopolitik Adipati Jaka Kaiman. Yakni, ide pemekaran Kadipaten Wirasaba menjadi empat wilayah pemerintahan: Wirasaba, Kejawar, Merden dan Banjar Petambakan.

Kenapa dipilih tanggal: 26 Pebruari?

Sejarawan Profesor Sugeng Priyadi memiliki alasan. Hari itu adalah hari bersejarah. Ketika Jaka Kaiman usai diangkat menjadi Adipati Wirasaba pada 27 Ramadhan. Lalu, di hari Idul Fitri 1 Syawal, saat menghadap Sultan Pajang, beliau menyampaikan gagasan "mrapat" yang visioner itu. Nah, tanggal 1 Syawal 978 Hijriyah bertepatan dengan 26 Pebruari 1571 - 2019 ( 448 th )

Selang beratus tahun. Pemerintahan pasca pemekaran berkembang dengan dinamiknya sendiri-sendiri. Kejawar tumbuh pesat dan menjadi Kabupaten Banyumas. Wirasaba menjadi Kabupaten Purbalingga. Banjar Petambakan menjadi Kabupaten Banjarnegara.

Sementara, Kabupaten Merden menjadi sebuah desa luas dan berpenduduk padat di Kecamatan Purwanegara, masuk wilayah Banjarnegara.

Lalu. Setelah ketok palu dan usia kota ini sekejap menjadi lebih tua --seperempat abad lebih. Apakah akan lekas nampak pula wajah kemajuan dan nafas republiken-nya?

Tentu saja tidak akan otomatis. Tua dan sekaligus maju adalah dua hal yang bisa jadi berbeda. Tua bisa sekedar dibicarakan. Sedangkan kemajuan tidaklah begitu. Saya kira kemajuan berhubungan dengan hal-hal nyata.

Untuk menjadi kota yang maju, agaknya kita perlu menempuh standar hidup yang tertentu pula. Dengan indikasi: penduduk produktif, perekonomian merata, adanya penggunaan teknologi dan berbagai bidang relatif berhasil. Juga, disertai sejenis mentalitas yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan meritokrasi.

2 komentar:

  1. Mantep artikel artikel nya semoga bisa bertambah maju kota Banjarnegara dgn adanya kaum muda yang paham arti mencintai kota kelahirannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. siyaaappppp.....
      matur nuwun mbakyu, smapun kerso rawuh wonten in lapake kula....
      salam smangad n jangan lupa bahagia

      Hapus