Oleh : Wahono – Lurah KDB
Kecamatan Madukara adalah salah satu kecamatan dari dua puluh kecamatan yang berada di Kab. Banjarnegara. Saat ini Kecamatan madukara memiliki
jumlah penduduk sebanyak 42.517 (Update BPS : 12 Feb 2018). Cuma, kali ini kita tidak akan membahas statistik jumlah penduduk, sebab jika mau membahasnya, maka
cukup download PDF MADUKARA DALAM ANGKA, selai urusan tentang statistik. ehehehe…
Kembali ke laptop…
Fenomena bombastisnya DCF alias Dieng Culture Festival telah menjadi inspirasi lahirnya kantong-kantong budaya baru di beberapa kecaman di Banjarnegara. Diantaranya adalah agenda ” Kuduran budaya ” yang di olah oleh komunitas SENDAWA alias Seniman daerah Wanayasa dengan tagline ” Pintu gerbang menuju negeri para dewa “. Tahun 2019 ini sudah memasuki edisi-11. Artinya Kuduran Budaya ini sudah 11 tahun di rancang dan terlaksana. Bahkan jika kita sedikit jeli sajah, DCF 2019 ini baru masuk di tahun ke sepuluh, sedangkan Kuduran budaya sudah masuk di usia ke 11. Jadi lebih tua satu tahun jika di bandingkan dengan DCF. Pertanyaan-nya adalah ; mengapa DCF sudah bisa mendunia dan KB masih pada posisi skala lokal ? what happen ?
Berikutnya, Festival Jenggawur dengan tagline ” Kolaborasi Karya Tani, Seni dan Budaya “, tahun 2019 ini, jika tidak salah sudah memasuki tahun ke 2. Dengan anggaran swadaya dan anggaran desa FJ mencoba untuk bangkit menjadi salah satu destinasi Banjarnegara. Sebuah Daya karya wisata yang patut di acungi jempol.
Pasar Lodrajaya yang berada di desa Winong, kec. Bawang, dengan inisiator dari GenPi Banjarnegara ( Generasi Pesona Indonesia Banjarnegara ) kerjasama dengan GenPI Jateng dan Karang Taruna desa Winong. Mengusung tema ” Destinasi DIGITAL pertama di Banjarnegara “. 2019 ini, apa kabarnya ?
Festival Kota lama Purworejo Klampok, Banjarnegara, 2019 ini sudah memasuki edisi kedua. Dengan dukungan dana yang cukup fantastis dari DINPARBUD Banjarnegara. Seberapa membahananya atas geliat pariwisata di Banjarnegara ? ( mbuang-mbuang duit tok )
Festival UJUNGAN, Desa Kemranggon Kec. Susukan. Tahun 2019 ini juga sudah memasuki usia ke 2 jika tidak salah. Mengangkat budaya jaman kerajaan majapahit, menjadi destinasi wisata Banjarnegara. Dengan anggaran swadaya dan bantuan desa. Sebuah Daya karya wisata yang patut di apresiasi.
Belum lagi inspirasi-inspirasi lahirnya Desa Wisata baru di Banjarengara ( Dewitara ) yang terus berekembang seperti :
Mari kita rinci satu persatu ketegori-kategori dalam dunia pariwisata secara umum. Dalam dunia pariwisata, kita mengenal Delapan ketegori wisata ( Hartata ), yakni ;
Potensi destinasi wisata tersebut tiada lain dan tiada bukan adalah potensi destinasi wisata ” Taman Indrakila dan Sendang Kamulyan “. Kunjungan tiap minggu bahkan mungkin tiap hari selalu ada di dua lokasi tersebut. ( tinggal validitas data statistiknya, mesti kita garap, jika kita mau serius menggarap potensi wisata budaya spiritual ini ).
Ada banyak hal yang melatar belakangi mengapa wisatawan tersebut mau berkunjung ke kedua lokasi tersebut, diantaranya adalah :
Potensi kedua setelah Sedang Kamulyan dan Taman Indrakila adalah potensi Tumbuh kembangnya budaya embeg / Kuda Lumping di wilayah kecamatan Madukara. Dimana hanya desa dan dusun yang ada di kec. Madukara-lah, yang 90% ada kelompok seni budaya embegnya. Data jenis ini tidak akan pernah kita jumpai di wilayah kecamatan lain di Banjarnegara.
Jika satu Desa rata-rata memiliki kelompok embeg dua saja ( ada yang hanya satu kelompok embeg dalam satu desa, tetapi ada yang sampai 3 kelompok embeg dalam satu desa ) maka di kecamatan Madukara ada sekitar 40 kelompok group embeg.
Dan uniknya kelompok / group embeg ini sudah ada sejak jaman mbah buyut kita, hingga sekarang. Secara turun temurun generasi embeg terus bertahan dan berproduktifitas ditengah kerasnya gerusan jaman dan perubahan. EMBEG EXIS SEBAGAI SEBUAH WISATA DAN PARIWISATA KERAKYATAN.
Pertanyaan-nya adalah :
Jika MUSIUM EMBEG sebagai sarana edukasi publik tentang pendidikan dan filosofi embeg untuk kehidupan bisa berdiri, niscaya nada nyinyir tentang embeg secara otomatis akan tertepis dengan sendirinya. Sebab embeg dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada saat ini, sesungguhnya memiliki pelajaran yang sangat berhaga untuk kehidupan umat manusia secara universal.
Tidak hanya musium embeg saja yang mesti di bangun, tetapi KOLOSIUM EMBEG Sebagai wadah expresi kelompok embeg sekaligus wadah apresiasi publik terhadap kelompok embeg, juga perlu di bangun di kec. Madukara. sebab jika sarpras ini mampu di upayakan, maka secara otomatis poin no 3 yakni merubah peluang hoby menjadi profesi, yang menghasilkan nilai ekonomi kreatif akan terejawantahkan. Inilah KEBARUAN yang diharapkan oleh masyakat di tengah-tengah himpitan ekonomi yang melelahkan di wilayah kecamatan Madukara.
MUSIUM EMBAG dan KOLOSIUM EMBEG untuk RAKYAT Kec. MADUKARA adalah sebuah KENISCAYAAN.
Setuju atau tidak, mari kita berdiskusi bersama tentang 2 sisi keajaiban kecamatan madukara.
Banjarnegara, 18 Oktober 2019
Lurah DKB – Wahono Bae
Kecamatan Madukara adalah salah satu kecamatan dari dua puluh kecamatan yang berada di Kab. Banjarnegara. Saat ini Kecamatan madukara memiliki
jumlah penduduk sebanyak 42.517 (Update BPS : 12 Feb 2018). Cuma, kali ini kita tidak akan membahas statistik jumlah penduduk, sebab jika mau membahasnya, maka
cukup download PDF MADUKARA DALAM ANGKA, selai urusan tentang statistik. ehehehe…
Kembali ke laptop…
Fenomena bombastisnya DCF alias Dieng Culture Festival telah menjadi inspirasi lahirnya kantong-kantong budaya baru di beberapa kecaman di Banjarnegara. Diantaranya adalah agenda ” Kuduran budaya ” yang di olah oleh komunitas SENDAWA alias Seniman daerah Wanayasa dengan tagline ” Pintu gerbang menuju negeri para dewa “. Tahun 2019 ini sudah memasuki edisi-11. Artinya Kuduran Budaya ini sudah 11 tahun di rancang dan terlaksana. Bahkan jika kita sedikit jeli sajah, DCF 2019 ini baru masuk di tahun ke sepuluh, sedangkan Kuduran budaya sudah masuk di usia ke 11. Jadi lebih tua satu tahun jika di bandingkan dengan DCF. Pertanyaan-nya adalah ; mengapa DCF sudah bisa mendunia dan KB masih pada posisi skala lokal ? what happen ?
Berikutnya, Festival Jenggawur dengan tagline ” Kolaborasi Karya Tani, Seni dan Budaya “, tahun 2019 ini, jika tidak salah sudah memasuki tahun ke 2. Dengan anggaran swadaya dan anggaran desa FJ mencoba untuk bangkit menjadi salah satu destinasi Banjarnegara. Sebuah Daya karya wisata yang patut di acungi jempol.
Pasar Lodrajaya yang berada di desa Winong, kec. Bawang, dengan inisiator dari GenPi Banjarnegara ( Generasi Pesona Indonesia Banjarnegara ) kerjasama dengan GenPI Jateng dan Karang Taruna desa Winong. Mengusung tema ” Destinasi DIGITAL pertama di Banjarnegara “. 2019 ini, apa kabarnya ?
Festival Kota lama Purworejo Klampok, Banjarnegara, 2019 ini sudah memasuki edisi kedua. Dengan dukungan dana yang cukup fantastis dari DINPARBUD Banjarnegara. Seberapa membahananya atas geliat pariwisata di Banjarnegara ? ( mbuang-mbuang duit tok )
Festival UJUNGAN, Desa Kemranggon Kec. Susukan. Tahun 2019 ini juga sudah memasuki usia ke 2 jika tidak salah. Mengangkat budaya jaman kerajaan majapahit, menjadi destinasi wisata Banjarnegara. Dengan anggaran swadaya dan bantuan desa. Sebuah Daya karya wisata yang patut di apresiasi.
Belum lagi inspirasi-inspirasi lahirnya Desa Wisata baru di Banjarengara ( Dewitara ) yang terus berekembang seperti :
- Bukit Asmara Situk – Desa Kalilunjar, Kec. Banjarmangu.
- Danau Cinta Tampomas – Desa Gantansari, Kecamatan Pagedongan.
- Kampoeng Kitiran – Desa Pagak, Kec. Purworejo Klampok
- dan Lain – lain ( ada sekitar 23 Desa Wisata Banjarnegara ( Dewi Tara ) yang belom terekspose dengan baik, yang di garap oleh Dinparbud Banjarnegara ).
- Apakah kecamatan Madukara harus mendorong lahirnya wisata baru di setiap desa yang ada di kecamatan Madukara ?
- Ataukah Kecamatan Madukara cukup menggali potensi kecamatan yang ujungnya berpotensi menjadi milik seluruh warga sekecamatan Madukara ?
- Destinasi tersebut telah memiliki potensi kunjungan yang berkesinambungan dan keberlanjutan setiap saat. Bukan wisata eventually.
- Agenda Kegiatan dalam kawasan wisata tersebut ( bentuk-bentuk semacam festival bla…bla…bla…) hanya sebagai daya ungkit untuk melejitkan tempat wisata.
- Destinasi wisata tersebut mesti berbasis masyarakat. Artinya keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam membangun tumbuh kembangnya suatu destinasi wisata menjadi salah satu elemen yang wajib hidup, terutama elemen kepemudaan.
- Destinasi
wisata tersebut juga mesti mendapatkan dukungan / supporting dari pihak
pemerintah, baik executive, legislatif maupun yudikatif.
Kembali ke laptop…. - Adakah potensi destinasi wisata tersebut di Madukara ?
- Jika ada, dimana letaknya potensi destinasi wasata tersebut ?
Mari kita rinci satu persatu ketegori-kategori dalam dunia pariwisata secara umum. Dalam dunia pariwisata, kita mengenal Delapan ketegori wisata ( Hartata ), yakni ;
- Wisata Alam ; yang menyuguhkan keindahan alam, seperti pantai, pegunungan, perbukitan atau danau bahkan hutan atapun sungai.
- Wisata Budaya ; menyuguhkan seni budaya sesuai kearifan lokal
- Wisata Agro ; adalah wisata pertanian yang di kemas sedemikian rupa. Wisata jenis ini sudah banyak yang berkembang di nusantara.
- Wisata Adventure : seperti arung jeram, trail, off road, panjat tebing paintball dll.
- Wisata Spiritual ; adalah wisata religius. Biasanya dalam bentuk ziarah dan artefak serta literasi spiritual keagamaan.
- Wisata Buatan ; yang sudah menggurita tentang wisata buatan ini adalah wisata WaterBOOM. Atau bisa juga seperti wisata taman bunga, wisata alam yang sengaja di buat untuk kunjungan wisata. termasuk didalamnya juga wisata agro, yakni wisata pertanian yang sengaja di rancang / di buat untuk menjadi tempat wisata.
- Wisata Pendidikan & Sejarah ; seperti musium, kebun binatang dll
- Wisata Kuliner ; ini adalah trend baru, biasanya terkemas dalam bentuk festival kuliner disuatu kota.
Potensi destinasi wisata tersebut tiada lain dan tiada bukan adalah potensi destinasi wisata ” Taman Indrakila dan Sendang Kamulyan “. Kunjungan tiap minggu bahkan mungkin tiap hari selalu ada di dua lokasi tersebut. ( tinggal validitas data statistiknya, mesti kita garap, jika kita mau serius menggarap potensi wisata budaya spiritual ini ).
Ada banyak hal yang melatar belakangi mengapa wisatawan tersebut mau berkunjung ke kedua lokasi tersebut, diantaranya adalah :
- Adanya persoalan hidup, dan mereka butuh solusi ketenangan jiwa sembari menata hidup. ( secara umum dua lokasi destinasi ini menjawab persoalan ini. Dan pada era sekarang, semakin banyak orang bermasalah yang butuh solusi tetapi tidak tau mesti kemana, bertemu siapa dan harus bagaimana. Ini adalah peluang besar untuk di olah menjadi sebuah petensi bisnis pariwisata berbasis budaya spiritual.
- Tersebarnya testimony – testimony keberhasilan masyarakat yang telah mengunjungi dua lokasi destinasi tersebut, menjadikan publik penasaran untuk sampai di tempat Sedang Kamulyan dan Taman Indrakila.
- Adanya agenda
ritual Jamas Pusaka dilokasi Taman Indrakilla, pada bulan purnama syuro.
Dimana para santri padepokan taman indrakila yang berada di seantro
Nusantara hadir untuk berjamaah, mengagungkan rasa syukur yang mendalam
atas anugrah Tuhan yang telah di berikan pada mereka.
Agenda ini jika bisa di olah menjadi sebuah agenda rutin, dengan pengembangan tata menejemen dan tata kelola event yang baik sebagaimana agenda DCF, penulis sangat optimis bahwa dua destinasi tersebut bakal terangkat dengan cepat menjadi destinasi wisata baru di Banjarnegara bahkan Jawa Tengah.
Potensi kedua setelah Sedang Kamulyan dan Taman Indrakila adalah potensi Tumbuh kembangnya budaya embeg / Kuda Lumping di wilayah kecamatan Madukara. Dimana hanya desa dan dusun yang ada di kec. Madukara-lah, yang 90% ada kelompok seni budaya embegnya. Data jenis ini tidak akan pernah kita jumpai di wilayah kecamatan lain di Banjarnegara.
Jika satu Desa rata-rata memiliki kelompok embeg dua saja ( ada yang hanya satu kelompok embeg dalam satu desa, tetapi ada yang sampai 3 kelompok embeg dalam satu desa ) maka di kecamatan Madukara ada sekitar 40 kelompok group embeg.
Dan uniknya kelompok / group embeg ini sudah ada sejak jaman mbah buyut kita, hingga sekarang. Secara turun temurun generasi embeg terus bertahan dan berproduktifitas ditengah kerasnya gerusan jaman dan perubahan. EMBEG EXIS SEBAGAI SEBUAH WISATA DAN PARIWISATA KERAKYATAN.
Pertanyaan-nya adalah :
- Apa yang sudah pemerintah lakukan untuk turut serta melestarikan budaya embeg di Kec. Madukara ?
- Apakah Kelompok embeg cukup dibiarkan begitu saja ? toh mereka sudah terbukti bisa bertahan hingga era kekinian ?
- Mungkinkah Kelompok / Group embeg ini bisa menjadi sebuah profesi yang berpenghasilan ? merubah hoby menjadi kegiatan ekonomi kreatif ?
- Mungkinkah Pemerintah kec. Madukara memberikan fasilitas berupa gedung ” MUSIUM & KOLOSIUM EMBEG ” sebagai sarpras pendidikan kebudayaan tumbuh kembangnya budaya embag di kec. Madukara ?
Jika MUSIUM EMBEG sebagai sarana edukasi publik tentang pendidikan dan filosofi embeg untuk kehidupan bisa berdiri, niscaya nada nyinyir tentang embeg secara otomatis akan tertepis dengan sendirinya. Sebab embeg dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada saat ini, sesungguhnya memiliki pelajaran yang sangat berhaga untuk kehidupan umat manusia secara universal.
Tidak hanya musium embeg saja yang mesti di bangun, tetapi KOLOSIUM EMBEG Sebagai wadah expresi kelompok embeg sekaligus wadah apresiasi publik terhadap kelompok embeg, juga perlu di bangun di kec. Madukara. sebab jika sarpras ini mampu di upayakan, maka secara otomatis poin no 3 yakni merubah peluang hoby menjadi profesi, yang menghasilkan nilai ekonomi kreatif akan terejawantahkan. Inilah KEBARUAN yang diharapkan oleh masyakat di tengah-tengah himpitan ekonomi yang melelahkan di wilayah kecamatan Madukara.
MUSIUM EMBAG dan KOLOSIUM EMBEG untuk RAKYAT Kec. MADUKARA adalah sebuah KENISCAYAAN.
Setuju atau tidak, mari kita berdiskusi bersama tentang 2 sisi keajaiban kecamatan madukara.
- Wisata Budaya Spiritual Sendang kamulyan dan Taman Idrakila
- MUSIUM Embeg dan KOLOSIUM Embeg
Banjarnegara, 18 Oktober 2019
Lurah DKB – Wahono Bae
Tidak ada komentar:
Posting Komentar